Sunday, October 28, 2012
Tujuh Sikap Sukses menurut Surat Al-’Ashr
Penulis : Abu Hafidz Adz-Dzikri | www.fsqalhafidz.org
Kalamullah tentu memiliki makna yang paling indah dan menawan. Seyogyanya bagi penghafal Quran untuk memperhatikan keindahan ini dan tidak melewatkannya. Cobalah renungkan makna surat al-‘Ashr. Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada di dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh, dan saling menasihati dengan kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.
Tanpa membuka buku-buku tafsir sekali pun, saudara pembaca akan ta’jub dengan kalam di atas. Cobalah fikir-fikirkan, adakah di antara manusia sejak nabi Adam sampai sekarang yang mampu memberi jalan keluar atas segala kerugian manusia lebih bagus dari kata-kata di atas?
Di sini surat al-‘Ashar menawarkan 7 (tujuh) solusi agar manusia itu tidak merugi di dunia maupun di akhirat.
1) Harus selalu sadar bahwa waktu itu sangat penting. Sampai-sampai Alloh bersumpah memakainya.
Kalau melihat keluar, rata-rata orang yang menganggur karena memang mereka belum meresapi pentingnya waktu. Sehingga sampai ada ungkapan naif yang keluar dari mulut mereka: mumpung masih muda, foya-foya. Orang yang sudah faham betul akan pentingnya waktu mestilah akan berkata: selagi masih muda, beramal dan beribadah, sebab jika badan telah renta tidaklah mampu lagi badan memikul yang berat-berat.
Baginda nabi pun mengingatkan hal ini, kata beliau: “Bersegeralah kalian dalam beramal sebelum datang yang tujuh. Apakah kalian akan menunggu datangnya kefakiran yang melupakan, ataukah menanti datangnya kekayaan yang melenakan, ataukah datangnya penyakit yang merusak, ataukah masa tua yang melelahkan, ataukah kematian yang menghabiskan, ataukah Dajjal, sesuatu yang paling buruk yang ditunggu-tunggu, ataukah hari Kiamat, maka itulah hari yang paling pahit dan paling menakutkan”. (H.R. Tirmidzi dari Abu Hurairah).
2) Harus selalu sadar dirinya berada di daerah kerugian.
Kalau diri manusia sudah puas, apalagi prestasi yang mau dipersembahkannya? Akan tetapi jika diri manusia selalu melihat adanya kelemahan (baca juga : kerugian), tentu saja ia akan selalu berpacu untuk menciptakan kesuksesan demi kesuksesan.
Dalam Islam, ada perintah berzakat, ada ajakan berinfaq dan ada anjuran bersedekah. Kalau orang sudah puas mengumpulkan hartanya tanpa mau berinfaq, bisa saja ia jadi kurang bersemangat lagi untuk bekerja. Sebab hidupnya sudah terjamin. Ada tabungan yang lebih dari cukup buat dirinya dan keluarganya. Rumah sudah beberapa pintu, tanah juga ada beberapa ribu meter dan mobil untuk setiap anggota keluarga. Jadi buat apa lagi bekerja? Begitulah, padahal masih banyak pos-pos da’wah dan jihad yang butuh uluran tangannya. Ambil contoh ini: membiayai orang yang berperang di jalan Alloh. Dalam hal ini Rasulullah memberi berita gembira: barangsiapa membiayai orang yang berperang di jalan Alloh maka ia telah berperang, dan barangsiapa membiayai keluarga dari orang yang berperang di jalan Alloh maka ia telah berperang. (H.R. Muslim).
3) Harus segera bergabung dengan saudara-saudaranya seiman untuk beramal soleh.
Apakah yang bisa dilakukan oleh seorang muslim jika ia sendirian? Seorang sahabat Nabi bernama Sahl bin Sa’ad –semoga Alloh meridhoinya- dari Nabi –sholawat dan salam Alloh ke atasnya- bersabda: saya dan penanggung anak yatim berada di surga seperti ini, dan beliau berkata dengan kedua jarinya yakni yang telunjuk dan jari tengah. (H.R. Muslim). Bisakah kebaikan mengasuh anak yatim ini dilakukan dengan sendirian? Kebanyakan individu muslim pasti tidak sanggup. Karena selayaknya ia (mengasuh anak yatim) memang mesti dikelola berjamaah.
Di sinilah nilai pentingnya berjamaah. Mungkin menurut pandangan manusia, semut itu makhluk yang lemah. Tetapi mereka biasa bekerja dengan berjamaah. Akhirnya mereka mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berat dengan cepat dan rapi. Mungkin juga menurut pandangan semut, manusia itu makhluk yang kuat. Tetapi karena mereka (boleh juga baca : kaum muslimin) bercerai-berai, akhirnya banyak syi’ar-syi’ar Islam tidak terlaksana.
4) Wajib memperkuat iman.
Tentu iman yang wajib diperkuat imannya versi Rasulullah. Yaitu memperkuat iman kepada Alloh, memperteguh iman kepada malaikat-Nya, memperkokoh iman kepada kitab-kitab-Nya, memperkuat iman kepada para rasul-Nya, memperteguh iman kepada hari pembalasan dan menerima dengan sepenuh kerelaan akan takdir-Nya yang menyenangkan dan yang menyulitkan.
Banyak sudah para ulama yang menjelaskan pentingnya iman yang tertancap dalam hati. Kata-kata mereka berkisar kepada ketenangan. Yakni iman itu akan melahirkan ketenangan buat pemiliknya. Juga kepada kesabaran. Bahwa iman itu menciptakan lautan kesabaran dalam hati pemiliknya. Juga terhadap keyakinan, keteguhan dalam memegang kebenaran dan yang paling penting dari itu semua adalah iman sebagai kunci pembuka pintu surga kelak sekaligus sebagai jaminan keselamatannya di hari akhirat nanti.
5) Menterjemahkan iman dengan amal soleh.
Jika sudah tau nilai pentingnya iman, lalu bagaimana agar iman senantiasa tumbuh subur di dalam hati sanubari? Dengan amal soleh! Di sinilah makna Islam bertemu dengan makna iman. Islam itu praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari seorang yang beriman. Jika ada seorang yang mengaku punya iman akan tetapi meninggalkan sholat, Rasulullah menjelaskan orang model begini. Kata beliau : perjanjian antara kami dengan mereka (yakni orang-orang kafir) adalah sholat, barangsiapa meninggalkan sholat maka sungguh ia telah kafir. (H.R. Tirmidzi). Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat terbesar Rasulullah memerangi orang yang sudah mengucapkan ‘Laa Iaaha illa Alloh’ tersebab tidak mau membayar zakat.
Bagaimanapun, orang menanam pohon sejak pohon itu kecil harus terus dirawat. Tidak bisa dibiarkan begitu saja jika nantinya ia menginginkan buah-buahan yang manis dan enak rasanya. Orang punya iman juga sama keadaannya. Ia tidak mungkin membiarkan pohon imannya yang masih kecil itu diserahkan kepada alam buat merawatnya. Ia yang turun tangan sendiri. Setiap hari ia menyiramnya dengan sholat 5 (lima) waktu. Memupuknya dengan zakat dan sedekah. Menyemprotnya dengan zat anti hama dengan puasa. Sebab ia mengharapkan buah dari pohon imannya kelak di akhirat. Surga Alloh seluas langit dan bumi.
6) Saling berwasiat untuk memperjuangkan tegaknya kebenaran.
Biasanya di mushhaf Al-Quran terjemahan, ayat ‘wa tawashau bil haqqi’ diartikan saling menasihati demi kebenaran. Tetapi ‘tawashau’ artinya saling berwasiat. Kata ‘wasiat’ tentu lebih kuat daripada kata ‘nasihat’. Seorang ayah di detik-detik terakhir kehidupannya meninggalkan wasiat kepada anak-anaknya yang sangat disayanginya. Anak-anaknya juga sangat mencintai ayahnya. Tentu wasiat yang ditulis oleh ayahnya itu dipegang teguh oleh anak-anaknya. Setiap perintah yang terdapat di dalamnya pastilah akan segera mereka laksanakan. Dan semua larangan yang ada di dalamnya pastilah akan mereka tinggalkan.
Begitulah jamaah muslimin memahami nilai tingginya wasiat yang Alloh titipkan kepada mereka. Wasiat yang dimaksud di sini adalah tentang ‘Al-Haq’ (kebenaran). Bukan disuruh untuk menjalankan yang tidak jelas atau sia-sia. Kebenaran menurut Islam tentu saja keimanan dan ketauhidan. Inilah yang harus pertama kali dijaga. Sebagai tambahan, imam Ibnu Katsir mendefinisikan ‘Al-Haq’ dengan taqwa. Yang dari sini makna dari saling berwasiat demi kebenaran menjadi : saling berwasiat untuk mewujudkan semua bentuk ketaatan dan meninggalkan semua yang diharamkan.
7) Saling berwasiat agar sabar dalam hal kebenaran.
Mungkin inilah yang terberat untuk dijalankan. Makanya ia ditempatkan oleh Alloh di akhir (dari surat Al-‘Ashr). Seakan-akan Alloh memberitakan bahwa hanya orang beriman yang telah melalui proses panjang ujian keimanan saja yang mampu untuk melakukannya. Itulah kesabaran.
Sesungguhnya, kesabaran dalam menjalani hidup secara biasa-biasa saja di zaman sekarang itu sudah berat. Apalagi jika seseorang disuruh sabar dalam menegakkan kebenaran. Seperti menegakkan negara Islam misalnya. Tentu kesabaran model para sahabat Nabi yang mesti ditampilkannya.
Uniknya lagi tentang kesabaran, ia memiliki beberapa cabang sekolah. Seseorang bisa saja sabar dalam kemiskinan hidup, tetapi ia tidak sanggup sabar menjaga pandangan dari yang Alloh haramkan. Seseorang bisa sabar jika dipukul dan ditendang, tetapi ia tidak bisa tahan jika nama baiknya dicemarkan, kehormatannya difitnah orang. Tiada kekuatan dan tiada daya kecuali dengan pertolongan Alloh. Ajaibnya pula, sama seperti sekolah yang berjenjang dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, kesabaran juga berjenjang dari mulai terendah sampai tertinggi. Sebagai contoh, seorang muslim bisa sabar menghafal satu atau dua juz dari Al-Quran, tetapi masihkah ia sabar menghafal sampai juz 15, atau juz 20, atau juz 25?
Alloh berfirman (yang maknanya) : sungguh, orang-orang yang bersabar menghadapi penindasan kaum kafir kelak akan diberi pahala yang sempurna tanpa batas di akhirat. (Surat Az-Zumar ayat 10 – terjemah oleh Muhammad Thalib).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment